Selasa, 19 Juli 2011

"TEOLOGI PROSES"


By: Pdt. Moody Daniel Goni

Pendahuluan!

     Teologi proses adalah bagian dari teologi kontemporer yang pergerakannya mulai menonjol pada akhir 1960-an. Telogi ini dilatar belakangi oleh konsep filsafat. Oleh karena itu, pandangan teologi mereka tidak berdasarkan pada Alkitab. Akibatnya, pandangan  teologi mereka telah merusak berbagai konsep dari iman kristen. Pengertian mereka tentang Allah, Alkitab dan Kristus sangat tidak sesuai dengan fakta kebenaran firman Tuhan. Alfred North Witehead merupakan pelopor teologi ini yang kemudian diikuti oleh beberapa tokoh lain, yang meski terkadang konsep mereka berbeda tetapi pada dasarnya memiliki hakikat yang sama, yaitu menganggap segala sesuatu mengalami perubahan atau berproses termasuk juga Allah.


BAB I

Latar Belakang

     Teologi proses yaitu sebuah “teologi tentang mengada” mulai menonjol pergerakannya pada akhir 1960-an dan awal 1970-an.tetapi dalam buku “A handbook of Contemporary Thelogy” karya David Smith dikatakan bahwa Beberapa orang telah mengklaim bahwa pemikiran teologi proses telah dimulai jauh ke belakang hingga kepada filsuf Yunani, Heraklitus pada tahun 500 SM.  Sehingga tidak diragukan lagi, ada mata rantai pemikiran filsafat dari berbagai masa yang memiliki beberapa kesamaan pada bagian-bagian yang beragam dari pemikiran proses.[1]

     Namun demikian pergerakan ini tentu juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yang lain. Dalam buku yang sama Smith menyatakan bahwa, Pemikiran-pemikiran yang terlibat dalam pergerakan tersebut mendapatkan asal-usulnya dari kekuatan-kekuatan abad ke-19 akhir dan abad ke-20 awal; pemikiran-pemikiran tersebut merupakan dampak dari kedua perang dunia dan revolusi dalam pandangan dunia ilmu pengetahuan tentang teologi liberal secara khusus dan kebudayaan kontemporer secara umum. Kemunculan pandangan evolusi Darwin yang diikuti oleh teori relativitas Einstein menuntun kepada kepercayaan (dalam biologi, fisika, kimia, psikologi dan ilmu-ilmu pengetahuan sosial) bahwa semua ciptaan berada dalam keadaan mengalir secara dinamis, masing-masing saling berhubungan.[2]    

     Pada pertengahan abad 20, dunia kekristenan seakan-akan dikuasai oleh dua kutub kekuatan, yaitu Teologia Liberal dan Neo Orthodoks. Pembahasan sebagian besar berkisar pada konsep tentang Allah, misalnya pertanyaan "Jika Allah ada, bagaimana kita dapat memikirkan Allah secara logis?" Bahkan pertanyaan tentang apakah Allah ada pun masih dibicarakan. Hal ini disebabkan karena propaganda teologia "Allah itu mati". Munculnya Teologia Proses merupakan respon terhadap keadaan yang skeptis terhadap keadaan saat itu. Para teolog ini mencoba menjelaskan tentang teori keberadaan Allah dan karya-Nya yang diharapkan dapat memuaskan kaum intelektual jaman itu.[3]

     Tapi sayang ternyata teologi proses tidak jauh berbeda dengan teologi Allah mati karena mereka tidak menggunakan pendekatan dari sudut pandang Alkitab dalam memahami Allah, mereka justru menggunakan pendekatan filsafat. Seperti yang dikatakan oleh Paul Enns bahwa, “Teologi proses berasal dari Hegel, yang mengajarkan bahwa alam semesta tidaklah lengkap, selalu berubah.Lebih lanjut Paul Enns mengutip pernyataan C.J Curtis,”Realitas secara konstan berada dalam gerakan dialektik, tesis, antitesis, dan sintesis. Sintesis dari program Hegelian adalah tahap-tahap dari evolusi penciptaan, yang tidak pernah berakhir, statik, dan mencapai kesempurnaan yang tidak berubah.” Berdasarkan premis inilah, teologi proses itu dibangun.”[4]  

BAB II

Tokoh Teologi Proses dan Pemikirannya

Alfred North Witehead

     Lahir di Ramsgate, Inggris Selatan, 15 Februari 1961. Ayahnya seorang pendeta Anglikan. Whitehead belajar matematika di Trinity College di Cambridge. Dalam hidup Whitehead sebagai ilmuwan dapat dibedakan tiga periode. Dalam periode pertama, di Cambridge, ia hanya mengajar matematika. Kemudian, di London ia juga aktif dalam bidang kritik ilmu pengetahuan. Tahun 1924 ketika ia sudah berumur 36 tahun, Whitehead pindah ke Harvard University di Boston, Amerika Serikat, dan baru dalam periode ini Whitehead menjadi terkenal di seluruh dunia. Whitehead menciptakan dalam periode terakhir ini suatu sistem metafisika berdasarkan hasil ilmu-ilmu, yang dapat dibandingkan dengan sistem Leibniz, Hegel, S. Alexander, dan Bergson. Filsafat Whitehead memberi kemungkinan untuk berpikir secara sintesis mengenai seluruh kenyataan dunia, sejarah, manusia, dan Allah. Whitehead meninggal di Boston, tahun 1947[5]. Whitehead mengembangkan sistemnya di sekitar konsep bahwa dunia itu dinamis, selalu berubah, dan “sedang menjadi” mencakup “ada”.[6]  Termasuk di dalamnya adalah Allah, yang juga terdiri dari aktivitas yang berubah.[7] Menurutnya Allah harus dilihat dalam dua sisi karena Ia adalah ”bipolar” (dua kutub). Natur primordial-Nya,yang berhubungan dengan objek-objek internal,dan natur imanensi-Nya, yang berhubungan dengan dunia. Dalam natur imanensi-Nya Allah terus menerus berada dalam proses untuk menyelamatkan dan memelihara dunia, tetapi tidak pernah selesai.[8] Allah dan dunia berada dalam suatu jenis hubungan “memberi dan menerima”. Karakter temporal dari dunia menyumbangkan keadaan yang terus menerus berubah kepada Allah, sedangkan Allah menyumbangkan ketahanan dan keawetan kepada dunia sebagai balasannya”.[9] Dengan kata lain baginya Allah adalah  “penyebab segala sesuatu, dalam arti bahwa segala sesuatu mendapat keberadaannya daripada-Nya dan bergantung Dia. Tetapi Ia tidak bebas dari pengaruh ciptaan-Nya. Ia memberikan kebebasan yang sejati walaupun terbatas kepada alam semesta supaya kita dapat menjadi sebab dan Ia menjadi akibat.”[10]  Jadi intinya Whitehead telah menolak ajaran tradisional tentang Allah.

Charles Hartshorne

     Lahir pada tanggal 5 Juni 1897 di Kittaninng Pennsylvinia. Dia adalah anak dari Pendeta FC Hartshorne. Hartshorne adalah seorang tokoh filsuf Amerika yang berkonsentrasi terutama pada filsafat agama dan metafisika.”[11]. David Smith mengatakan bahwa Hartshorne tidak jauh beda dengan Whitehead,karena keduanya berpegang pada panenteisme. Sementara teisme klasik menekankan “keasingan” Allah-yaitu, keterpisahan Allah dari ciptaan-Nya-panenteisme menempatkan suatu saling-kebergantungan antara Allah dan alam semesta. Teologi proses mengaitkan Allah kepada dunia sama seperti pikiran terkait kepada tubuh.[12]. Allah hanya sekedar ”sutradara” dari dunia ini, yang bekerjasama dengan dunia, saling bergantung dengan dunia. Allah tidak memiliki suatu esensi yang tak berubah, tetapi bahwa Ia juga berkembang secara terus menerus berkembang dan menyempurnakan diriNya sendiri melalui pengalaman yang bertambah dan berperan serta dalam proses universal, kehidupan, serta penderitaan manusia.[13] Dalam buku Teologi Kontemporer Conn mengutip pernyataan Erie Rust bahwa,“Hartshorne mengembangkan konsep Whitehead lebih lanjut. Whitehead mengatakan bahwa “sedang menjadi” adalah salah satu sifat Allah bersamaan dengan sifat-sifat-Nya yang lain misalnya bahwa Ia ada, Ia tak terbatas dan kekal. Hartshorne mengatakan bahwa Allah juga terbatas dan bersifat sementara.”[14]

Jhon Cobb

     Ia lahir pada tanggal 9 Februari 1925. Dia adalah seorang teolog United Methodist Amerika yang memainkan peranan penting dalam perkembangan teologi proses.”[15] Meskipun ia termasuk teologi proses tapi dia Berbeda dengan Whitehead, Cobb tidak sependapat tentang ”bipolar” Allah. Ia melihat Allah sebagai suatu kesatuan dan pribadi yang hidup. Namun Cobb juga kembali pada teologi natural untuk pengertian yang tepat tentang Allah. Menurutnya Allah ada dalam dunia ini dan dunia ini berada di dalam Allah. “Ia menjelaskan kejahatan dalam dunia tidak berdasarkan Kejadian 3, melainkan berdasarkan proses evolusi yang mengungkapakan adanya kebangkitan dalam hidup dan nilai-nilai yang memberikan kebebasan, kesadaran diri dan penalaran. Hasilnya adalah dasar optimisme tentang kemanusiaan yang sejalan dengan liberalisme.”[16] Dengan demikian Cobb telah menolak kewibawaan Alkitab yang diyakini oleh orang kristen sebagai wahyu Allah.

Nelson Pike

     Lahir pada tahun 1930 adalah kontributor utama filsafat agama dan anggota lama dari Departemen Filsafat di University of California[17]. Pike juga adalah bagian dari teologi yang menentang Thomas Aquinas tentang kekekalan Allah. Bagi dia, kekekalan akan menghapus kemahatahuan Allah, karena tidak ada masa depan di dalam waktu yang tak terbatas. “Kekekalan akan menghilangkan personalitas dari Allah, karena personalitas menuntut respons. Apabila Allah adalah kekal maka Ia tidak dapat memberikan respons, karena Ia tidak berubah. Ibadah dan doa menuntut bahwa Allah harus bisa digerakkan oleh  pemohon, tetapi apabila Ia kekal, maka Ia tidak dapat digerakkan. Kekalan akan membatalkan inkarnasi karena inkarnasi menuntut perubahan.”[18]

Schubert M. Ogden.

     Dia lahir pada Tahun 2 Maret 1928, di Cincinnati, Ohio. Ogden adalah profesor teologi dan direktur Program Pasca Sarjana Studi Keagamaan di Southern Methodist University, Dallas, Texas.”[19]. Ia adalah murid dari Charles Hartshorne, yang telah melangkah lebih dalam kepada realitas dan sifat Allah. “Ogden memandang Allah sebagai yang relatif. Sebagaimana halnya ”saya” berkaitan dengan tubuh saya, demikian Allah berkaitan dengan dunia; dunia adalah tubuh Allah. Karena itu Allah berpartisipasi dengan dunia melalui ”partisipasi bersimpati”. Allah adalah absolut, di mana Ia termasuk di dalam semua keberadaan dan Ia berhubungan dengan semua keberadaan yang lain di alam semesta. Dalam hubungan ini Allah secara terus menerus berubah.”[20]

Norman Pittenger.

     Lahir pada tahun 1905, ia adalah seorang teolog Anglikan. Ia memainkan peranan penting sebagai promotor teologi proses.[21]. Pittenger membawa teologi proses sampai pada pembicaraan tentang Kristus. Meskipun ia menyebut Kristus sebagai yang ilahi, namun ia tidak menjabarkannya dalam arti esensi keilahian Kristus, melainkan dalam pengertian yaitu keilahian sebagai aktivitas ilahi dari Allah dalam Kristus. Keilahian Kristus adalah tindakan Allah di dalam Kristus. Kristus adalah tindakan Allah di tengah-tengah manusia. Pitengger  juga mengikuti pemikiran teologi proses pada umumnya yaitu mendukung panenteisme yaitu menganggap bahwa keberadaan Allah memasuki seluruh alam semesta tetapi keberadaannya lebih dari atau tidak dibatasi alam semesta. “Allah aktif di dalam dunia, memberikan realisasi diri pada setiap makhluk ciptaan. Sebagaimana Allah bertindak di dunia, setiap peristiwa merupakan inkarnasi dari Allah”[22]

BAB III

Kesimpulan


  Teologi Proses adalah “teologi tentang mengada“ di mana dunia dipahami sebagai dinamis, selalu berubah. Dan menurut mereka hal itu berlaku juga bagi Allah. Oleh karena itu ada beberapa hal yang jelas-jelas bertentangan dengan iman Kristen. Keradikalan mereka telah merusak pandangan yang benar tentang Allah. Mereka menolak teisme yang klasik dan menggantikannya dengan konsep “dua kutub”. Mereka mengatakan bahwa “Ia adalah penyebab segala sesuatu, dalam arti bahwa segala sesuatu mendapat keberadaannya dari-Nya dan bergantung kepada Dia. Namun Ia tidak bebas dari pengaruh ciptaan-Nya. Ia memberikan kebebasan yang sejati walaupun terbatas kepada alam semesta supaya kita dapat menjadi sebab dan Ia menjadi akibat. Oleh karena itu teologi proses juga sering disebut “panenteisme”, di mana dunia dianggap sebagai tubuh Allah. Hubungan antara Allah dengan dunia mereka samakan dengan hubungan otak dan tubuh. Mereka juga telah merusak kewibawaan Alkitab, seperti yang dikatakan oleh John Cobb bahwa kejahatan dalam pasal 3 tidak didasarkan pada Kejadian pasal 3, melainkan pada evolusi. Teologi proses juga telah menghancurkan keilahian Kristus karena Meskipun ia menyebut Kristus sebagai yang ilahi, namun ia tidak menjabarkannya dalam arti esensi keilahian Kristus, melainkan dalam pengertian yaitu keilahian sebagai aktivitas ilahi dari Allah dalam Kristus. 

Daftar Pustaka

1.  http://www.sabda.org/learning/baca.php?b=teo_kontem
2.  http://en.wikipedia.org/wiki/Alfred_North_Whitehead
3.  en.wikipedia.org/wiki/Charles_Hartshorne
4.  en.wikipedia.org/wiki/John_B._Cobb,
5. http://leiterreports.typepad.com/blog/2010/02/in-memoriam-nelson-pike
6. http://www.ctr4process.org/publications/Biblio/Thematic/Ogden,%20Schubert%20-%20Primary%20Bibliography.html
7. http://en.wikipedia.org/wiki/Norman_Pittenger
8. Smith, David. A Handbook of Contemporary Theology
9. Conn, Harvie M.  Teologia Kontemporer, Malang, SAAT,
10. Enns, Paul. The Moody Hand Book of Theology, Malang, SAAT
11. Lane, Tony. Runtut Pijar, BPK Gunung Mulia
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------

[1] David Smith,  A handbook of Contemporary Thelogy, (Michigan: Baker Books, 1992), hal 150
[2] Ibid
[3] http://www.sabda.org/learning/baca.php?b=teo_kontem, Akses Internet tgl 18 Oktober 2010
[4] Paul Enns, The Moody Hand Book of Theology, (Malang:SAAT,2010), hal 237
[5] http://en.wikipedia.org/wiki/Alfred_North_Whitehead, Akses Internet, Tanggal 18 Oktober 2010
[6] Harvie M. Conn, Teologia Kontemporer,(Malang: SAAT, hal 128).
[7] Paul Enns, hal 237
[8] Ibid
[9] David Smith, hal
[10] Tony Lane, Runtut Pijar,(Jakarta:BPK, 1999), hal 237.
[11] en.wikipedia.org/wiki/Charles_Hartshorne,  Akses Internet, tanggal 15 Oktber 2010
[12] David Smith, hal
[13] Paul Enns, hal 238.
[14] Harvie M. Conn, hal 130.
[15] en.wikipedia.org/wiki/John_B._Cobb,Akses Internet tanggal 15 Oktober 2010
[16] Paul Enns, hal 238

[17]http://leiterreports.typepad.com/blog/2010/02/in-memoriam-nelson-pike, Akses Internet, tanggal 15 Oktober 2010
[18] Paul Enns, hal 239.
[19]http://www.ctr4process.org/publications/Biblio/Thematic/Ogden,%20Schubert%20-%20Primary%20Bibliography.html, Akses Internet, Google, tanggal 15 Oktober 2010
[20] Paul Enns, 239 
[21]http://en.wikipedia.org/wiki/Norman_Pittenger,akses internet, 15 Oktober 2010.
[22] Ibid, hal 239

1 komentar: